JAKARTA - Belakangan ini ramai diperbincangkan mengenai peredaran ponsel Black Market, rencana kebijakan pemerintah menertibkan IMEI ilegal (Ponsel Black Market) melalui Sistem Informasi Basis Database IMEI Nasional (Sibina) dan juga strategi para mafia (penyelundup) memasarkan ponsel ilegal ke Indonesia.
"Maraknya ponsel ilegal yang beredar di Indonesia dinilai sangat merugikan negara, industri ponsel dalam negeri, importir resmi, distributor, operator dan last but not least tentu konsumen, termasuk mengganggu dan mengancam keamanan Nasional," kata Hasnil Fajri, Praktisi, Pengamat, Penulis ICT & Ekraf.
Sisi Kerugian Negara menurut data dari APSI diperkirakan tidak kurang sekitar Rp2,8 Trilyun pertahun dengan asumsi 9 juta dari 45 juta ponsel yang baru (sekitar 20%) adalah Ponsel BM.
Dengan harga per ponsel dalam kisaran harga Rp2,2 juta, nilai ponsel baru yang beredar mencapai Rp22,5 triliun. Dengan demikian, ponsel BM tidak membayar pajak sehingga potensi kerugian negara dari hilangnya pendapatan 10% PPN dan 2,5% PPh adalah sekitar Rp2,8 triliun setahun.
"Kalau kita hitung sejak Teknologi Selular GSM beroperasi pada tahun 1994 hingga 4,5G pada tahun 2019 ini, bisa dibayangkan berapa besar kerugian negara akibat beredarnya Ponsel BM di Indonesia," tuturnya.
Â
Baca juga: SAFENet Desak Pemerintah Buka Kembali Internet di Wamena
Follow Berita Okezone di Google News
Untuk industri ponsel dalam negeri tentu adanya ponsel BM sangat merugikan karena dapat menghambat investasi manufaktur ponsel di dalam negeri, Bagi ImportIr dan Distributor Resmi yang terdaftar di Kemendag dan Kemenperin, jelas mereka sangat dirugikan marketnya diambil Mafia yang menjual Ponsel Brand Import secara ilegal dengan harga yang jauh lebih murah dan tanpa perlu mengurus perizinan, tidak perlu menyiapkan Servis Center & tanpa membayar pajak juga ke Pemerintah (Dirjen Pajak). Untuk Operator khususnya yang menawarkan Program Bundling ke konsumen, peredaran ponsel BM juga mengganggu target penjualan mereka.
Dari Sisi Konsumen dengan adanya Ponsel BM ini hanya diuntungkan dengan harga beli lebih murah tapi kerugiannya jauh lebih banyak seperti risiko ponselnya KW alias tidak original, tidak ada garansi resmi distributor yang ada hanya garansi toko, resiko mendapatkan Ponsel BM Adalah paket bundling di luar nergeri sehingga ponsel yang dibeli tidak bisa digunakan dengan SIM Card lokal, purna jual Lebih sulit belum lagi resiko ponsel diblokir dengan akan diterapkannya kebijakan Pemerintah tentang Validasi IMEI Ponsel.
Menyangkut keamanan negara, ponsel BM ini bisa digunakan untuk aksi terorisme dan kejahatan lainnya karena tidak terdeteksi siapa pemiliknya, hanya Sim Card-nya yang digonta-ganti.
Kebijakan Pemerintah tentang Validasi IMEI yang akan sagera ditandatangani bersama oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi & Informatika (Kemkominfo) serta Kementerian Perdagangan (Kemdag) dalam bentuk Peraturan Kementerian (Permen) pada waktu dekat ini diharapkan dapat memerangi dan mencegah peredaran ponsel BM di Indonesia.
Mengutip informasi dari Dirjen SDPPI Kemkominfo, Implementasi regulasi validasi IMEI dengan MISDN akan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, Inisiasi ditandai dengan penandatanganan tiga peraturan menteri di atas.
 
Baca juga: Intip Hasil Tangkapan realme 5 Pro Abadikan Sunset di Sumba Timur
Fase kedua, Persiapan Dalam fase ini pemerintah menyiapkan SIBINA (Sistem Informasi Basisdata IMEI Nasional) agar bisa dilakukan sinkronisasi data dengan data operator seluler. Selain itu juga melakukan sosialisasi dan penyiapan pusat layanan konsumen.
Operator seluler serta penyiapan pusat layanan konsumen. Fase ketiga, Operasional dalam bentuk eksekusi oleh operator telekomunikasi dengan melakukan pengiriman notifikasi oleh operator ke pemegang IMEI duplikat untuk membuktikan keaslian perangkat. Penyediaan layanan lost and stolen dan sosialisasi lanjutan.
Pembagian tugas dibagi tiga kementerian. "Kemenperin memiliki tugas menyiapkan database dan SIBINA sekaligus prosedur verifikasi dan validasi IMEI. Sementara, Kementerian Kominfo meminta operator menyediakan layanan lost and stolen dan sistem penghubung antara SIBINA dan EIR. Dan Kemendag akan membina pedagang untuk mendaftarkan stok IMEI perangkat ke dalam SIBINA.
Dari 3 Fase di atas, titik kritikal ada pada Fase Ketiga, Operasional level, di mana Operator Telekomunikasi mesti menyediakan layanan lost and stolen dan sistem penghubung antara SIBINA dan EIR. Implementasi Kebijakan Ini berlaku 6 bulan sejak Permen 3 Kementerian ditandatangani.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.