Konten di media sosial bisa saja dihapus atau diblokir karena alasan-alasan tertentu. Misalnya, konten dianggap sensitif sehingga pihak penyedia layanan memblokir konten tersebut.
Terkait di-take down-nya sebuah konten, pemerintah juga bisa memiliki wewenang untuk hal tersebut. Heru Sutadi, Executive Director Indonesia ICT Institute, menjelaskan, jika terkait yang dilarang dalam UU ITE, merupakan kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Sedangkan jika menjadi bagian dari kebijakan di media sosial tersebut, media sosial itu sendiri yang dapat melakukannya (take down).
"Misal menulis hoaks tentang Covid-19, obat penyembuh Covid-19 atau kebal Covid-19, itu bisa di-take down oleh media sosial tanpa persetujuan kita," jelas Heru, saat dihubungi Sindonews, Selasa (17/11/2020) malam.
Sementara itu, akun dan konten yang bisa di-take down berdasarkan UU ITE adalah penyebar pornografi, perjudian, maupun penyebaran ujaran kebencian berdasar SARA.
Pihak media sosial bisa melakukan take down berdasarkan kebijakan di media sosial masing-masing. Tetapi bisa juga atas laporan banyak orang lainnya yang memberikan flag atau tanda.
"Tapi untuk Indonesia ada pula tim lokal yang dilibatkan untuk menilai apakah status, cuitan atau sharing netizen dinilai sensitif," tambah Heru.
Tim Cek Fakta tersebut terdiri dari banyak organisasi lokal dan bebas kepentingan politik serta imparsial, yang langsung di bawah naungan masing-masing media sosial atau trusted flagger.
Baca juga: Heboh Petisi Online Pelarangan Unggahan Foto Habib Rizieq, Ini Tanggapan Kominfo