JAKARTA – Indonesia diprediksi bakal mengalami krisis talenta digital muda dari 1,8 juta hingga 3,8juta orang dalam 10 tahun mendatang.
Padahal, menurut Ronald Ishak, CEO dan founder Hacktiv8, saat ini Indonesia menghabiskan sekitar Rp21,3 triliun untuk pendidikan tingkat tinggi pemrograman, dengan 250 ribu pelajar baru setiap tahunnya.
Namun, menurut data dari Bank Dunia, hanya sekitar 17 persen lulusan Teknologi Informatika (TI) yang bekerja di bidang pengembangan software.
Baca Juga:Â Kominfo Fasilitasi Inovasi dan Latih Talenta Digital untuk Pemulihan Ekonomi Nasional
Berdasarkan survei dari McKinsey tahun 2018, 15 dari 20 eksekutif perusahaan teknologi mengaku kesulitan menemukan talenta digital yang tepat, dan setengah di antaranya kesulitan mempertahankan mereka.
"Walau Google dan Temasek memproyeksi akan ada lebih dari 200 ribu talenta digital professional di Asia Tenggara pada tahun 2025, kenyataannya masih jauh dari angka tersebut. Kini, kebanyakan posisi tersebut didominasi oleh profesional yang lebih senior dari sektor perbankan, ritel, dan perusahaan di luar wilayah tersebut," jelas Ronald Ishak.
Baca Juga: Menkominfo: Talenta Digital Tingkatkan Daya Saing Bangsa
Berangkat dari misi tersebut, saat ini Hacktiv8 telah mencetak lebih dari 1,100 talenta digital berkualitas yang bekerja di perusahaan-perusahaan digital ternama yang juga menjadi hiring partner seperti Investree, SIRCLO, Xendit, Mekari, Loket, Qlue, dan Axiata Digital.
Kebanyakan lulusan mereka telah melalui coding bootcamp professional yang terdiri dari program Full Stack Javascript dan Data Science.
Full Stack Javascript merupakan program kursus selama 16 minggu untuk mempelajari pemrograman dasar dan bahasa pemrograman seperti JavaScript, Node.js, Vue.js, dan framework Facebook’s React dengan ratusan sesi latihan yang dibimbing oleh instruktur.