JAKARTA - Data center yang menjadi urat nadi internet harus bisa diandalkan dan tak boleh sampai bermasalah, apalagi dalam waktu lama, atau yang paling fatal adalah terjadinya kebakaran di data center.
Sontak semua industri yang mengandalkan data center akan lumpuh total, bisnis mati dan kerugian perusahaan akan menggunung, yang berimbas pada citra perusahaan.
"Data center menjadi urat nadi internet, termasuk di Indonesia, apalagi yang terhubung dengan Indonesia Internet Exchange. Jika bermasalah maka akan berdampak ke masyarakat luas. Kita belajar banyak dari kebakaran data center yang terjadi baru-baru ini. Gedung tersebut memang tidak didesain untuk penempatan data center, apalagi untuk mengantisipasi bencana, baik itu banjir, gempa, dan kebakaran," ujar Direktur ICT Institute, Heru Sutadi.
Baca Juga: Indonesia Punya Peluang Besar Maksimalkan Data Center
Intinya, kata dia, sebuah data center itu harus kuat menghadapi segala macam bencana agar bisnis bisa terus berjalan. Oleh karena itu data center harus mematuhi standar internasional yang penempatannya bersifat khusus atau tidak sembarangan, termasuk juga memperhatikan sisi catu daya, tahan gempa dan kebakaran, serta jaminan kemampuan untuk beroperasi selama 24/7.
Direktur Wholesale & International Service PT Telkom Indonesia, Bogi Witjaksono menjelaskan beberapa standar yang harus dipatuhi oleh para pemilik data center di antaranya adalah Suppression System untuk ruang server dan data center harus memenuhi kualitas aman di udara. Aturan ini ada dalam dokumen NFPA 75 Standar for protection of Information Technology. NFPA 75 adalah Standar untuk Perlindungan Kebakaran Peralatan Teknologi Informasi.
"Untuk proteksi kebakaran di data center ada dua jenis, yakni pasif dan aktif. Sisi pasif mencakup desain arsitektur dan instalasi material, sedangkan aktif mencakup sistem deteksi kebakaran, pencegah kebakaran, dan penyiram api. Sistem deteksi aktif bisa menggunakan Very Early Smoke Detection Apparatus (VESDA) yang berfungsi mendeteksi asap pada tahap yang sangat awal dan memperingatkan pengguna," jelas Bogi.
Untuk fire supression system (fss), kata dia, bisa menggunakan IG-55 yang memungkinkan evakuasi personel yang aman, baik dari segi tingkat oksigen di dalam ruangan maupun jarak pandang yang diperlukan untuk proses evakuasi. Sedangkan untuk sistem penyiram api bisa menerapkan penyiram api pipa kering pra-aksi di mana sistem diaktifkan oleh pendeteksi kebakaran.
Selain itu, kata Bogi, pemilihan lokasi data center juga penting. Yang harus dipertimbangkan dan dievaluasi adalah assessment potensi bencana, sampai proximity to public area. Selain lahan, pembangunan gedung data center harus mempertimbangkan aspek teknis floor loading, kekuatan dinding untuk menghadapi bahaya dari luar.
Sedangkan dalam perencanaan, instalasi, dan perawatan data center harus melalui standar-standar yang berlaku, salah satunya pada media suppression bisa berbahaya jika tidak didesain secara benar.
"Sejalan dengan tingginya kebutuhan internet dan produk digital oleh masyarakat di Indonesia, Telkom terdorong untuk mengakomodasi terbentuknya ekosistem digital, salah satunya melalui ekosistem data center dan Edge dimana Neucentrix merupakan bagian dari ekosistem tersebut. NeuCentrIX sendiri telah bersertifikat ANSI/TIA-942, sehingga pusat data neuCentrIX telah memenuhi standar NFPA 75 untuk proteksi kebakaran," kata Bogi.