JAKARTA - Serangan ransomware ke sektor pendidikan sedang mengalami peningkatan. Dan sialnya, banyak institusi pendidikan mulai dari tahap sekolah hingga ke universitas belum siap menghadapinya.
Menurut analisis peneliti keamanan siber di Sophos, sektor pendidikan menjadi target serangan lantaran tidak memiliki sistem keamanan yang kuat. Para peretas jadi lebih mudah dalam melancarkan aksinya.
"Sekolah adalah salah satu yang paling terpukul oleh ransomware. Mereka adalah target utama karena kurangnya pertahanan secar keseluruhan dan mrnjadi tambang emas data pribadi yang mereka pegang,” kata Chester Wisniewski, ilmuwan peneliti utama di Sophos, dikutip dari ZDNet, Rabu (13/7/2022).
Dalam banyak kasus, korban di sektor pendidikan kerap membayar uang tebusan untuk menebus data yang berhasil diretas. Rata-rata uang tebusan yang dibayarkan oleh sekolah adalah US$ 19 juta atau setara Rp28 miliar.
Sementara untuk lembaga pendidikan tinggi rata-rata uang tebusan yang dibayarkan mencapai $905.000 atau sekitar Rp13 miliar. Jelas ini menjadi ladang subur untuk meraup pundi-pundi bagi para hacker ransomware.
Korban rela membayar dengan jumlah besar karena ransomware sendiri memblokir akses mereka untuk beroperasi. Ketika jaringan diblokir, sekolah akan kesulitan untuk menjalankan kelas, apalagi jika kelas online.
Dan penelitian akademis serta sumber daya tidak akan tersedia, yang semuanya berdampak pada komunitas yang lebih luas. Anak-anak tidak dapat bersekolah, mengerjakan tugas atau mengakses jaringan mereka.
Follow Berita Okezone di Google News